Menikah.. (4)

Rasulullah Saw pernah ditanya “siapakah wanita yang paling baik ?”

Beliau menjawab, “Yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, taat jika diperintah suaminya, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya” (HR. Nasa’i)

Iya, hadist tersebut telah kuketahui jauh dari ku sebelum menikah. Dan kebanyakan orang hanya tau tanpa mencari lebih dalam dan memaknai nya, terutama aku. Pada dasarnya aku yang mengetahui beberapa hal baik yang harus dan wajib aku lakukan kepada suami, tapi tidak banyak hal justru yang aku beri kepadanya. Keinginan untuk selalu memperbaiki diri selalu ada muncul di kala hari baru menyambut ku, akan tetapi selalu saja ada segelintir hal yang muncul dan membuat rencana demi rencana, niat demi niat terabaikan.

Beberapa tahun yang lalu sebelum ku menikah, aku diberitahu oleh sahabat karib ku seorang laki-laki. Panggil saja dia Paman Kaca Mata, dia berkata sebelum aku memutuskan untuk menikah, dan ia pun notabennya telah menikah.

Suatu waktu dia berkata dengan ku didalam mobil “vem,nikah itu 95% nya adalah seks, dan 5% nya yang lain”, mendengar itu sontak aku tidak menyetujui nya. Aku membalas “ngak semua hal tentang nikah itu adalah seks, nikah itu bukan cuma hanya masalah ranjang, dan bukan cuma masalah menghalalkan yang haram, dan gak semua tentang seks. Ada banyak hal yang gak melulu tentang ranjang” jawabku kepada sahabat dekat ku yang ia adalah seorang laki-laki dan dia sudah beristri, sementara aku? lamaran saja belum.

Kembali dia berkata “vem, pesan aku ketika nanti menikah. Ingat, nafkah itu ada 2. Nafkah lahir dan Batin, lahir adalah ketika vemi dak ngerasa kelaparan, dak ngerasa kedinginan, atau kehujanan dan kepanasan, iyalah uang yang diberikan sang suami untuk makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Dan nafkah batin adalah kebahagiaan, ntah itu dari ranjang atau dari sikap dan sifat perhatian sang suami ke istri.” Aku terdiam, bagaimana cara aku mensyukuri memiliki seorang teman laki-laki yang sudah kukenal lebih dari 7 tahun lebih dan bahkan sampai sekarang pun masih suka memberikan nasehat dalam sikap cuek nya. Respon ku mendengar itu, aku mengingat nya sampai sekarang. Sampai detik ini, dan bagaimana setiap kalimat kalimat ia aku ingat dan aku temukan dalam pernikahan ku.

Dan, hari itu tiba.. setelah 2 tahun ku menjalani pernikahan barulah ku menemukan kalimat per kalimat dan makna per makna dari sahabat ku itu, dan semua hal yang kutemui sebelum menikah bagaimana teman-teman ku yang lain menceritakan cerita tentang pernikahan mereka. Jujur saja, menikah gambaran awal ku adalah bagaimana ku hidup bersama dengan seorang yang dulu adalah teman yang suka menjahili ku, lalu menyayangi ku, mencintai ku, dan menikahiku. Serta aku menikah dengan seseorang yang berjuang terhadap ku, memanjai ku, dan tidak jarang sedikit mengomeli ku dan memarahi ku. Aku tidak terlalu banyak berpikir bagaimana membina, bagaimana memupuk. Aku terlalu berpusat kepada apa yang ia beri kepadaku, tanpa aku minta. Sementara menikah tidak seperti itu. Ketika seseorang yang menyayangi kita dan memberikan semua hal yang terbaik untuk kita, seharusnya pun dan sepatutnya pun kita melakukan hal yang sama. Melayani nya dengan baik.

Kembali aku berpikir tentang hadist Rasulullah Saw diatas tadi. Aku tau akan hadist itu, tapi aku tidak banyak melakukan hadist tersebut dengan sempurna. Sisi ku berbeda ketika sebelum menikah dan setelah menikah. Padahal sungguh mudah bagi ku untuk mendapatkan jalan  surga dari sebuah ikatan pernikahan. Aku hanya harus menjalankan hadist tersebut.

Menjadi seorang  istri yang sedap dipandang bagi suami, seperti ia sangat senang ketika melihat ku disaat kuliah, koas, dan LDR. Selalu menyambut dengan senyum manis yang membuat ia kelu seperti disaat mengucapkan rasa suka untuk pertama kali nya, itu lah yang suami ku harapkan untuk selamanya. Karena ia memiliki sepenunya yang memiliki senyum tersebut, lalu kenapa aku tidak memberikan sebanyak2 nya. Berhias untuk nya, menggunakan pakaian yang ia inginkan, memasak makanan kesukaannya, menciptakan keteduhan untuknya.

Hal-hal inilah yang justru membuatku lebih sulit melakukan disaat menikah justru. Anehnya aku terlalu sulit menyambutnya dengan senyum saat ia pulang, aku justru berhias disaat pergi kerja, aku menggunakan pakaian layaknya senyaman  ku, bukan senyaman dia. Sungguh rasa ku mengetahui hal ini membuat ku menyesali nya. Aku terlalu cuek dengan penampilan ku, aku terlalu memikirkan kenyamanan ku, aku terlalu lelah untuk menyambut nya dengan senyum terbaik dant ermanis ketika satu harian sampai malam ku menjalani peran sebagai seorang istri, ibu, dan dokter gigi.

Iya, Aku minta maaf untuk itu semua, dan aku memohon ampun kepada Allah swt, bagaimana aku bisa menjalani pernikahan seperti itu. Menjalani ibadah yang justru membuat imam ku merasa sedih.

Ternyata walaupun jalan menuju surga bagi seorang istri itu mudah katanya, hanya dengan sholat 5 waktu, berpuasa dibulan ramadhan, menutup aurat, menjaga diri dan harta suaminya, menuruti perintah suami yang tidak bertentangan dengan agama pastinya. Ya, semudah itu memang ketika ku menulis dan mengingatnya, akan tetapi ntah kenapa aku ketika mengingat apa sudah benar aku sebagai seorang istri melaksanakannya? meskipun aku melakukan sholat dan berpuasa, tetapi bagaimana hubungan ku dengan sosok suami ku yang justru itu juga adalah salah satu jalan ku menuju surga.

Aku terkadang masih belajar setiap harinya. Tapi terkadang aku menjadi salah fokus saat ini. Fokus ku ketika sekarang telah memiliki buah hati bagaimana menjadikan buah hati ku menjadi seorang insan yang bertaqwa kepada Allah SWT, yang menjadikan hati dan pikirannya taat kepada Allah, dan menjadi anak yang bahagia, dan menjadi sosok insan yang mandiri dan tangguh. Tapi, aku lupa bahwa ada suami ku yang menunggu ku setelah menidurkan anak ku diatas ranjang, aku lupa bahwa bukan hanya aku saja yang lelah namun ia pun merasakan hal yang sama. Menjamin kehidupan yang layak dan baik bagi orang yang ia sayangi. Aku dan anak kami. Sungguh ku berdosa besar mengingat dan menulis seperti ini.

Aku yang jarang memijat pundak dan kepala suami ku karena ia tau bahwa seharian diriku juga jauh lebih lelah dibanding dirinya, menjalani 3 peran sekaligus (istri, ibu, dan tenaga medis) dan ia yang lebih memilih untuk mengabaikan semua hajat nya dan justru selalu menyediakan dada untuk ku bersandar dan ku tidur tanpa ku lupa bahwa ia lelah dan pegal tapi ia masih melakukan nya untuk menjadikan lelah ku hilang ketika ku bersandar dan sampai tertidur dipeluknya. Ia abaikan pegal, kesemutan, dan juga lelahnya demi ku.

Menyedihkan rasanya menuliskan ini, bagaimana aku bisa melakukan hal seperti ini kepada suami yang menyayangi ku jauh sebelum aku menyayangi nya, mencintai ku sebelum aku mencintai na, dan itu tidak berubah sampai sekarang.

Maafkan aku suami ku. Tolong bimbing aku menjadi istri yang suatu saat akan mendapat tiket jalan ke surga itu nanti.. Aamiin.  Ingatkan aku bahwa senyum ku adalah penguat mu dan penawar letih mu, ingatkan aku bahwa pakaian ku membuat mu tak nyaman, tegur aku ketika aku lupa bagaimana menjadi cantik setiap waktu dimata mu. Karena aku ingin menjadi sosok istri yang selalu kau rindukan seperti sebelum menikah.

 


Leave a comment